Daftar Blog Saya


Sabtu, 05 Januari 2013

HMI Komisariat Universitas Azzahra Golongan Muqtashid ?

Ibn Taimiyyah menjelaskan mengenai hadis Jibril tentang agama memang terdiri dari tiga unsur yaitu islam, iman dan ihsan, yang dalam ketiga unsur tersebut terdapat makna kejenjangan. Hal ini dihubungkan dengan firman Allah, “kemudian Kami wariskan kitab suci kepada para hamba kami yang Kami pilih, maka dari sebagian mereka ada yang masih berlaku zalim terhadap dirinya, dari mereka ada yang mencapa tingkat pertengahan (muqtashid), dan sebagian ada yang bergegas dengan prilaku kebajikan dengan izin Allah.” ( Qs. Fathir: 32 ) Ibn Taimiyyah menjelaskan bahwa orang yang telah menerima warisan kitab suci ( mempercayai dan berpegang pada ajaran-ajarannya ), namun masih juga berbuat zalim adalah orang yang baru ber-islam, menjadi seorang muslim, suatu tingkat intermediate ( pertengahan / pertentangan pada dirinya dalam kancah kebenaran ). Ia bisa berkembang menjadi seseorang yang beriman, menjadi mukmin untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi, yakni pertengahan (muqtashid ) jika ia telah terbebas dari perbuatan zalim, namun perbuatan kebajikannya baru sedang-sedang saja. Ia telah berusaha mengamalkan apa yang diyakini sebagai kebenaran agama. Dalam tingkatan yang lebih tinggi, pelibatan dirinya ke dalam kebenaranitu memebuat dia tidak saja bebas dari perbuatan zalim dan berbuat baik, tetapi ia bergegas dan menjadi pelomba atau pemuka (sabiq) dalam kebaikan, itulah orang yang berihsan, mencapai tingkat seorang muhsin. Orang yang telah mencapai tingkat mutashid dalam imannya dan tingkat sabiq dalam ihsannya, menurut Ibn Taimiyyah, akan masuk surga terlebih dulu tanpa merasakan azab. Sementara orang yang melibatkan dirinya dalam kebenaran baru mencapau tingkat berislamdimana ia masih zalim, ia akan masuk surga setelah terlebih dudlu merasakan azab akibat dosa-dosanya itu. Jika ia tidak bertobat, maka itu tidak akan diampuni oleh Allah ( Ibn Taimiyyah, Al Iman, hal 11 ). Merujuk kepada penjelasan tersebut, timbul pertanyaan bagaimana dengan tata nilai (prilaku) keislaman di HMI Komisariat Universitas Azzahra? Ada selentingan kritik dari beberapa kalangan dalam ranah tata nilai, bahwa HMI Komisariat Azzahra berada dalam jenjang muqtashid dengan menimbang terlalu “bebas” nya tata nilai keislaman di HMI Komisariat Azzahra. Kritikan dan beberapa isu baik negatif dan positif selalu atau bahkan sering diterima HMI secara keseluruhan khususnya HMI komisariat Azzahra. Tetapi kritik tersebut dipandang terlalu terburu-buru mengingat kritik yang ditujukan juga terlalu menggeneralisir HMI secara keseluruhan. Tetapi apakah memang demikian adanya ? jawaban sebenarnya ada pada setiap diri kader HMI Komisariat Azzahra. Setiap kader paham akan kentalnya suasana kekeluargaan dan nuansa kebebasan berpikir dikomisariat khususnya, artinya setiap kader HMI bertanggung jawab secara personal akan tindakan berdasarkan pengetahuan dan tingkat pengalamannya yang masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar